Selasa, 20 Februari 2018

Maraknya Kriminalisasi Ulama, Bagaimana Sikap Kita?




AKHIR-akhir ini jagat media dihebohkan oleh isu “orang gila” yang menyerang ulama. Lantas bagaimana sikap orang muslim dalam menyikapi peristiwa ini?

Pimpinan AQL Islamic Center, KH Bachtiar Nasir, dalam khutbah Jum’at (16/2) menjelaskan bagaimana seharusnya seorang muslim menanggapi hal ini.

Menurut beliau, tidak perlu bersedih jika ada perbedaan perlakuan oleh pihak berwajib. Beliau mengangkat sebuah ayat yang menjelaskan bagaimana sikap kita sebagai umat terbaik yang diorbitkan di atas panggung eksistensi.

وَلَا تَهِنُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَنْتُمُ الْأَعْلَوْنَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ

“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.” (QS. Ali Imran: 139).

“Jangan merasa rendah, hina di hadapan siapapun, dan jangan merasa cemas karena densus 88 tidak turun” tegasnya.

Sekjen MIUMI  ini melanjutkan, tidak usah berkecil hati jika ulama dikriminalisasi sementara pihak berwajib diam. Sedangkan jika gereja diserang semua muncul ke permukaan. Umat Islam adalah pelindung Indonesia dan wajib melindungi kedaulatan bangsa. Sebab ini adalah amanah dari pendiri bangsa.

وَأَنْتُمُ الْأَعْلَوْنَ

“kamu yang akan menjadi pelindung Indonesia. Kamu orang mukmin yang akan melindungi TNI dan POLRI. Kamu yang akan menjaga kedaulatan Indonesia”, jelasnya.

إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
“Tidak perlu mengemis kepada mahluk jika benar-benar beriman kepada Allah.” sambungnya.

Ulama jebolan Universitas Islam Madinah ini kemudian mengajak umat untuk introspeksi diri, bahwa kenapa umat Islam belum bisa berperan sesuai dengan kuantitasnya. Karena saat ini masih dalam tahap berislam belum beriman.

Seperti dikutip dalam kajian Majelis Tadabbur Asmaul Husna Di Masjid Al Falah, Cipayung, Jakarta Timur, (17/2). Perbedaan berislam dan beriman itu terletak pada pengamalannya terhadap syariat Islam.

Orang yang masih berislam merasa sudah cukup jika sudah shalat, berzakat, puasa, dan haji. Tapi orang beriman tidak hanya cukup dengan itu, ia akan berinfak, mengamalkan politik Islam untuk memperbaiki carut-marut bangsa.

“Karpet Masjid ditentukan oleh politik dan hukum, jadi kalau kita tidak mau terjung ke dunia politik kita akan terus menjadi subjek. Tentu dengan membawa Panji Islam”, tegasnya.

Selama ini, penguasa juga menggemborkan agar umat Islam cukup berislam saja, tidak perlu naik kelas menjadi beriman. Artinya, Islam itu di masjid tidak perlu dibawa ke politik dan ekonomi.

“Untuk itu, sudah saatnya kita naik kelas menjadi orang beriman, tidak stagnan di kelas berislam.” pungkasnya.
Penulis: MN
Editor : Embe Setiawan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ibu, Jiwaku Pilu

Desah nadiku adalah kerinduan, ketika detik memutar rasa tentang ribuan kilometer dalam dekapan. Ibunda....... Fikirku fatamorgana da...